MataParlemen.id-DALAM penyusunan RUU KUHAP ini, kami berikhtiar menyerap aspirasi semua pihak semaksimal mungkin, termasuk dari KPK.
Tentu saja kami tidak ingin RUU KUHAP melemahkan pemberantasan korupsi, kami akan mengalokasikan waktu Raker / RDPU dengan KPK dan Aktivis anti korupsi untuk membahas masukan terkait RUU KUHAP.
Agenda tersebut akan dilaksanakan pada masa persidangan mendatang, sebelum dilanjutkannya kerja tim perumus dan tim sinkronisasi.
Setidaknya ada beberapa hal yang bisa kami jelaskan saat ini.
Yang pertama, tidak benar bahwa KUHAP menghilangkan sifat lex specialis UU.Tipikor & UU KPK. RUU KUHAP justru memperkuat posisi KPK, hal ini dapat dilihat dalam Pasal 3 ayat (2) RUU KUHAP yang menyebutkan bahwa Ketentuan dalam Undang-Undang ini dimaksudkan untuk melaksanakan tata cara peradilan pidana terhadap seluruh tindak pidana, kecuali diatur lain dalam Undang-Undang.
Sehingga KPK dapat bekerja sesuai dengan Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi. Selain itu, dalam Pasal 7 ayat (5) RUU KUHAP secara eksplisit menyebutkan bahwa Penyidik pada Komisi Pemberantasan Korupsi dikecualikan dari koordinasi dan pengawasan oleh Penyidik Polri.
Yang kedua, tidak benar bahwa Penyidik dan Penyelidik KPK tidak diakomodir. Berdasarkan hasil kesepakatan Panja, dalam Pasal 1 angka 7, disebutkan bahwa Penyelidik adalah Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia atau pejabat lain yang diberi kewenangan untuk melakukan penyelidikan. Jadi tidak benar kalau Penyidik hanya dari Polri.
Yang ketiga, tidak benar bahwa definisi penyidikan terlalu sempit. Definisi penyelidikan konsisten dengan pendekatan formil dan tidak menghalangi pengumpulan informasi awal oleh institusi seperti KPK.
Hal-hal lain akan kita bahas bersama-sama saat Raker / RDPU nanti, yang jelas kami tidak akan tergesa-gesa dalam mengesahkan RUU KUHAP ini. Baru bisa disahkan jika berbagai masukan penting sudah dipertimbangkan.(*)
Dr. Habiburokhman, S.H., M.H.
Ketua Komisi III DPR RI


