MataParlemen.id – Wakil Ketua DPR RI Dasco, mengatakan DPR RI bersama dengan koalisi serikat pekerja akan membuat tim perumus untuk pembentukan Undang-Undang Ketenagakerjaan.
“Pemerintah, DPR dan teman-teman Serikat Pekerja akan membuat tim perumus yang akan memperkaya atau kemudian merumuskan pembentukan Undang-undang Ketenagakerjaan itu,” kata Dasco, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa, (30/9/2025).
Menurut dia, upaya membentuk UU itu juga merupakan tindak lanjut dari perintah Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168/PUU-XXI/2023 atas uji materi UU Cipta Kerja. Badan Keahlian DPR RI juga sudah mendalami poin-poin dalam putusan MK tersebut.

Selain itu, ia pun mendorong adanya partisipasi publik dalam pembentukan UU Ketenagakerjaan agar hasilnya sesuai yang diharapkan para pekerja dan dapat memenuhi semua kebutuhan pekerja.
“Kita mendorong partisipasi publik yang seluas-luasnya agar Undang-Undang Ketenagakerjaan yang baru ini dapat mencerminkan undang-undang yang bermanfaat buat para serikat pekerja, pekerja Indonesia dan juga dapat dibuat dengan sebaik-baiknya,” ungkapnya.
Diketahui, DPR RI akan membuat undang-undang baru tenaga kerja sesuai putusan MK, dengan melibatkan Konfederasi Serikat Pekerja.

Adapun putusan MK yang dimaksud yakni, mengeluarkan Klaster Ketenagakerjaan dari UU Cipta Kerja dengan memandatkan pembentukan undang-undang ketenagakerjaan yang baru dan memisahkan dari yang diatur dalam Undang Undang Nomor 6 Tahun 2023.
Sementara itu, Petinggi Partai Buruh Said Salahudin menjelaskan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168/PUU-XXI/2023 memerintahkan agar adanya pembentukan UU baru tentang Ketenagakerjaan, bukan revisi terhadap UU yang lama.
Dia pun menyayangkan bahwa sudah 11 bulan lamanya belum kunjung mendapat kejelasan dari DPR RI soal RUU tersebut.

Untuk itu, dia pun menyerahkan naskah yang berisi masukan dan pokok-pokok pemikiran kepada DPR RI membahas RUU Ketenagakerjaan. Menurut dia, ada 17 isu baru yang dituangkan di dalam naskah tersebut.
“Di antara 17 itu baru itu adalah adanya kelompok pekerja buruh yang selama ini belum mendapat perlindungan dan pemenuhan hak-haknya karena mereka seolah dianggap bukan pekerja, padahal sesungguhnya mereka tergolong sebagai pekerja karena ada pemberi kerja,” kata Said.


