MataParlemen.id– Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) Rieke Diah Pitaloka, menilai pengesahan revisi Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) membawa sejumlah perubahan substansial yang penting.

Satu dari 11 poin perubahan paling krusial, menurutnya, adalah penegasan bahwa direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas BUMN merupakan penyelenggara negara.

Hal itu disampaikannya dalam Forum Legislasi bertajuk “Pengesahan RUU BUMN Harapkan Percepat Kemajuan Ekonomi Nasional” di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (9/10/2025).

“Hal yang paling mendasar bagi saya ada kurang lebih sebelas perubahan substansi. Namun yang paling penting menurut saya adalah mengembalikan supaya tidak terjadi kontrasting atau saling tabrakan antara norma-norma dengan konsiderans dalam hukum,” kata Rieke.

Rieke menjelaskan, sebelum revisi dilakukan, dalam konsiderans hukum menimbang disebutkan bahwa BUMN bukan penyelenggara negara.

Hal itu dinilainya bertentangan dengan ketentuan konstitusional dan Tap MPR yang menjadi landasan politik ekonomi nasional.

“Sebelum direvisi itu dikatakan misalnya bahwa BUMN bukan penyelenggara negara. Itu salah satu poin yang sangat krusial,”” ucapnya.

“Kalau saya melihat dari sisi konstitusional, ketika masuk pasal ini dia bertentangan dengan konsiderans hukum menimbang tadi, yang Tap MPR-nya begitu. Maka akhirnya diputuskan untuk menghapus ketentuan yang menyebut anggota direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas bukan merupakan penyelenggara negara,” imbuhnya.

Dengan penghapusan pasal tersebut, lanjut Rieke, posisi hukum direksi dan komisaris BUMN kini kembali pada rezim keuangan negara, yang berarti mereka dapat diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan berada dalam jangkauan pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Ini merupakan langkah penting, karena kalau kita lihat pada track-nya, dia ada di dalam rezim keuangan negara. Dia adalah penyelenggara negara. Dengan demikian, secara otomatis ini merevisi pasal lain yang penting- yang tadinya tidak wajib diaudit oleh BPK, menjadi diaudit oleh BPK sesuai peraturan perundang-undangan, dan pejabatnya bisa diperiksa oleh KPK,” ujarnya.

Rieke menegaskan bahwa arah perubahan ini sejalan dengan semangat Tap MPR Nomor XVI Tahun 1998 tentang Politik Ekonomi dalam Rangka Demokrasi Ekonomi, yang menempatkan BUMN sebagai bagian dari instrumen negara untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.

“Jadi bermula dari Tap MPR XVI/1998 tentang politik ekonomi dalam rangka demokrasi ekonomi. Di situlah dasar konstitusionalnya, dan revisi ini akhirnya mengembalikan posisi BUMN sebagaimana mestinya dalam sistem hukum nasional,” tandasnya.

Zona Nyaman Berakhir

Sementara itu, Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago dalam kesempatan yang sama mengatakan, langkah Presiden Prabowo Subianto menghentikan pemberian bonus bagi komisaris dan direksi perusahaan BUMN yang merugi, sebagai keputusan berani dan tepat. Kebijakan itu, menjadi sinyal kuat bahwa era ‘zona nyaman’ pejabat BUMN sudah berakhir.

“Pernyataan Presiden Prabowo kemarin sangat menarik. Beliau bilang, perusahaan rugi kok komisaris dan direksinya masih dapat bonus, bahkan bonus untuk dirinya sendiri. Ini kan brengsek banget, dan itu memang tidak fair,” ujarnya.

Menurut Pangi, keputusan Prabowo untuk menghentikan sistem bonus di BUMN yang merugi adalah langkah efisiensi yang layak diapresiasi.

Ia menyebut, selama ini kinerja BUMN sering dinilai lamban, birokratis, dan tidak memiliki daya saing setara dengan sektor swasta.

“Bekerja di BUMN seringkali penuh formalitas. Rapat bisa berjam-jam, tanpa keputusan. Kalau di swasta, rapat 30 menit langsung eksekusi. Tradisi kerja seperti ini harus dievaluasi,” katanya.

Pangi juga menyoroti pernyataan Prabowo terkait aset negara yang diduga disembunyikan dan nilainya mencapai lebih dari 1.000 triliun rupiah.

Ia menilai pernyataan itu perlu ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum agar aset-aset negara yang ‘terpendam’ bisa diselamatkan.

“Kalau benar aset negara mencapai 1 triliun dolar, itu harus diusut oleh kejaksaan, kepolisian, dan KPK. Negara tidak boleh dibiarkan dirampok seperti ini,” tegasnya.

Selain itu, Pangi menekankan pentingnya profesionalisme dan integritas dalam penempatan pejabat BUMN.

Ia mendukung langkah pemerintah yang tengah menyiapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) BUMN sebagai upaya memperbaiki tata kelola perusahaan pelat merah.

“RUU BUMN harus mengembalikan semangat transparansi dan akuntabilitas. Tidak boleh lagi ada status direksi atau komisaris yang bukan pejabat negara, karena itu menghilangkan pengawasan publik. Negara modern itu seperti akuarium, semuanya harus terlihat jelas,” ujarnya.

Pangi juga menyoroti praktik rangkap jabatan oleh pejabat publik, termasuk 33 menteri dan wakil menteri yang juga menjabat sebagai komisaris BUMN. Ia menyebut praktik itu sebagai bentuk ‘moral hazard’ dan harus segera diakhiri.

“Kalau alasan rangkap jabatan karena gaji wakil menteri kecil, ya tambahkan saja gajinya, jangan dijadikan komisaris. Negara tidak bisa dikelola dengan cara seperti ini,” tegasnya.

Ia berharap transformasi tata kelola BUMN di era pemerintahan Prabowo bisa meniru keberhasilan model Temasek di Singapura, di mana perusahaan negara dikelola secara profesional dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat.

“BUMN tidak boleh terus-menerus rugi. Tapi ukuran keberhasilan bukan sekadar laba, melainkan sejauh mana mereka meningkatkan kesejahteraan rakyat,” pungkasnya.

DPR RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi Undang-Undang dalam Rapat Paripurna ke-6 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2025-2026.

Rapat Paripurna ini dipimpin Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (2/10/2025).

Ada 11 poin perubahan substansi dalam RUU BUMN, berikut daftarnya.

1.Pengaturan terkait lembaga yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang BUMN dengan nomenklatur Badan Pengaturan BUMN yang selanjutnya disebut BP BUMN

2.Menambah kewenangan peran BP BUMN dalam mengoptimalkan peran BUMN

3.Pengaturan deviden saham seri A dwi warna dikelola langsung oleh BP BUMN atas persetujuan presiden

4.Larangan rangkap jabatan untuk menteri dan wakil menteri pada direksi, komisaris dan dewan pengawas sebagai tindak lanjut putusan MK nomor 128/PUU/XXIII/2025

5.Menghapus ketentuan anggota direksi, anggota dewan komisaris, anggota dewan pengawas bukan merupakan penyelenggara negara

6.Kesetaraan gender bagi karyawan BUMN yang menduduki jabatan direksi, komisaris dan jabatan manajerial di BUMN

7.Perlakuan perpajakan atas transaksi yang melibatkan badan, holding operasional, holding investasi atau pihak ketiga yang diatur dalam leraturan pemerintah

8.Mengatur pengecualian pengurusan BUMN yang ditetapkan sebagai alat fiskal dari BP BUMN

9.Pengaturan kewenangan pemeriksaan keuangan BUMN oleh Badan Pemeriksa Keuangan

10.Pengaturan mekanisme peralihan dari kementerian BUMN kepada BP BUMN

11.Pengaturan jangka waktu rangkap jabatan menteri atau wakil menteri sebagai organ BUMN sejak putusan Mahkamah Konstitusi diucapkan serta pengaturan substansial lainnya. (*)

Share.
Exit mobile version