MataParlemen.id-Ketua Panja RUU Kepariwisataan Chusnunia Chalim menyebut pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pariwisata adalah langkah strategis untuk mengatasi tantangan yang dihadapi sektor pariwisata Indonesia.
Ia menyebut beberapa hal krusial yang menjadi landasan penyusunan RUU Pariwisata. Karena perkembangan sektor pariwisata memerlukan regulasi yang adaptif.
Hal itu disampaikan Chusnunia Chalim dalam forum legislasi bertajuk ‘RUU Kepariwisataan: Reformulasi Kebijakan Pariwisata untuk Masa Depan Berkelanjutan’, di Jakarta, Selasa (29/7/2025).
“RUU ini kita buat karena tentunya adanya banyak perkembangan di bidang pariwisata. Membutuhkan aturan juga yang menyesuaikan dari perkembangan tersebut,” ujarnya.
Chusnunia mengakui Indonesia masih tertinggal dalam persaingan sektor pariwisata di tingkat global bahkan Asia Tenggara. Meski Indonesia memiliki kekayaan alam dan budaya yang luar biasa.
“Indonesia masih harus mengejar ketertinggalan kunjungan wisatawan mancanegara,” ujarnya.
Politikus PKB ini membandingkan dengan negara tetangga seperti Thailand, Vietnam, dan Malaysia yang angka kunjungan wisman-nya lebih tinggi, meskipun wisatawan domestik Indonesia menunjukkan angka yang konsisten tinggi.
Chusnunia memaparkan sejumlah isu inti yang dibahas dalam RUU pariwisata. RUU ini berupaya menciptakan pengaturan yang lebih sehat dan produktif, termasuk pemanfaatan teknologi informasi dalam industri.
“Pembahasan mencakup pengelolaan, pengembangan daya tarik wisata, penyediaan sarana dan prasarana (serta penanggung jawabnya), pemberdayaan masyarakat lokal, jenis kegiatan kreatif, serta aspek kenyamanan dan keamanan wisatawan,” katanya.
Ia menekankan bahwa meskipun Indonesia memiliki modal dasar yang kuat dalam pariwisata, promosi dan pemasaran yang tepat masih menjadi pekerjaan rumah besar.
“Kalau tidak didukung dengan promosi atau pemasaran wisata yang tepat, bisa saja seperti ini yang kita dapatkan, kita masih perlu mengejar ketertinggalan kita,” imbuhnya.
RUU Pariwisata juga membahas penguatan lembaga yang sudah ada agar lebih fokus dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan manajemen destinasi.
Chusnunia mencontohkan beberapa negara seperti Jepang dan Korea yang memiliki badan pariwisata tersendiri yang lebih spesifik.
“Pembahasan juga fokus pada pendidikan untuk menghasilkan tenaga atau sumber daya manusia berkualitas di bidang pariwisata,” ujarnya.
Wakil Ketua Komisi VII DPR dari F-PKB ini juga menjelaskan bahwa diplomasi pariwisata atau budaya juga menjadi pembahasan dalam RUU ini.
“Isu ini menjadi salah satu poin tersendiri yang dinamis dibahas, dengan harapan lebih banyak pada diplomasi budaya,” pungkasnya.
Anggota Komisi VII DPR, Saleh Partaonan Daulay menegaskan, pihaknya tengah menuntaskan pembahasan RUU Kepariwisataan yang sempat tertunda pada periode sebelumnya.
Ia mengajak masyarakat luas untuk memberikan masukan agar regulasi tersebut lebih komprehensif.
“Kemarin saya diminta menjadi pembicara di forum yang mulia ini untuk membahas isu-isu krusial terkait RUU Kepariwisataan. Saya sebenarnya lebih senang bisa hadir langsung, karena ini bukan pertama kali saya diundang sebagai narasumber,” ujar Saleh.
Saleh menjelaskan, RUU Kepariwisataan sejatinya telah dibahas pada periode lalu oleh Komisi X DPR. Namun, proses pembahasan tidak tuntas karena keterbatasan waktu.
“Pasal-pasalnya sebenarnya sudah hampir selesai, tetapi periode lalu keburu berakhir. Maka, pada awal periode ini, RUU tersebut kembali diusulkan untuk dilanjutkan pembahasannya,” jelasnya.




